Khutbah Jum’at Maulid sebagai Inspirasi Persatuan Umat di Tengah Perpecahan
KHUTBAH PERTAMA.
الحمد لله، الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدا
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah ﷻ, dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Karena dengan takwa itulah hidup kita akan penuh keberkahan, dan persatuan umat dapat terjaga.
Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Saat ini kita masih dalam suasana momentum besar yakni Maulid Nabi Muhammad ﷺ. Peringatan ini tentu bukan hanya seremonial atau sekadar mengenang kelahiran beliau, melainkan sebuah momentum besar untuk merefleksikan kembali ajaran, teladan, dan nilai-nilai perjuangan Rasulullah dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebab, cinta sejati kepada Rasulullah tidak berhenti pada lisan, tetapi terwujud dalam usaha mengikuti akhlak mulianya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
hari ini kita patut jujur untuk mengakui bahwa kondisi umat Islam di zaman ini sedang diuji dengan banyak perpecahan. Perbedaan pandangan politik sering menimbulkan permusuhan, perbedaan kelompok dan ormas kadang membuat ukhuwah terkoyak, bahkan hal-hal sepele seperti status dan komentar di media sosial dapat memicu pertengkaran panjang. Ironisnya, sesama muslim yang seharusnya bersaudara justru mudah saling mencela dan menjelekkan.
Padahal, perbedaan adalah bagian dari sunnatullah, dan seharusnya menjadi rahmat jika dikelola dengan bijak. Perbedaan seharusnya melahirkan kekayaan pemikiran, bukan menumbuhkan kebencian. Allah ﷻ berfirman bahwa umat manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku “li ta’aarafuu”, agar saling mengenal, saling menghargai, dan saling melengkapi, bukan saling menjatuhkan. Namun kenyataannya, rahmat perbedaan sering berubah menjadi sumber perpecahan karena kita lebih mementingkan ego daripada ukhuwah.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Rasulullah ﷺ adalah teladan agung dalam mewujudkan persatuan. Beliau berhasil mendamaikan dua suku besar di Madinah, Aus dan Khazraj, yang sebelumnya hidup bermusuhan puluhan tahun. Permusuhan yang diwariskan dari generasi ke generasi itu padam hanya karena hadirnya cahaya iman dan kasih sayang Rasulullah. Allah pun mengingatkan kita dalam firman-Nya:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai…” (QS. Ali Imran: 103).
Ayat ini menegaskan bahwa kekuatan umat hanya bisa lahir dari persatuan yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan Sunnah, bukan pada kepentingan golongan atau duniawi.
Tidak hanya itu, Rasulullah ﷺ juga mempersatukan seluruh masyarakat Madinah melalui Piagam Madinah, sebuah perjanjian sosial yang visioner, yang membuat kaum muslimin, Yahudi, dan berbagai kabilah dapat hidup berdampingan dengan damai dan adil. Inilah bukti nyata bahwa Islam sejatinya adalah agama persatuan, bukan agama perpecahan. Bahwa risalah Rasulullah bukan untuk satu kelompok saja, melainkan untuk menyatukan umat manusia dalam kebaikan dan keadilan.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, jika Rasulullah mampu menyatukan suku, agama, dan kelompok yang beragam di Madinah pada masa lalu, maka seharusnya kita sebagai umatnya di zaman ini lebih mampu menjaga persaudaraan sesama muslim. Sayangnya, yang sering kita lihat justru sebaliknya: perpecahan mudah muncul hanya karena berbeda pilihan politik, berbeda pandangan fikih, bahkan karena hal-hal kecil yang sepele. Inilah tanda bahwa kita belum sepenuhnya meneladani Rasulullah ﷺ dalam menjaga ukhuwah.
Khutbah Jum’at Maulid sebagai Inspirasi Persatuan Umat di Tengah Perpecahan
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
secara jelas ayat tadi tadi menunjukkan betapa agungnya misi Rasulullah ﷺ sebagai rahmat bagi seluruh alam. Beliau mengajarkan kita bahwa kekuatan Islam tidak lahir dari amarah, bukan dari caci maki, dan bukan pula dari dendam. Kekuatan Islam justru lahir dari kelembutan hati, kasih sayang, dan persaudaraan yang tulus. Itulah sebabnya Rasulullah mampu menaklukkan hati manusia, bukan dengan pedang semata, melainkan dengan akhlaknya yang mulia.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
saat ini dalam momentum memperingati Maulid Nabi, seharusnya kita bertanya pada diri sendiri: sudahkah kita benar-benar menghadirkan rahmat Rasulullah dalam kehidupan kita? Sudahkah kita meneladani beliau dalam menyikapi perbedaan? Jangan sampai peringatan Maulid hanya berhenti pada seremonial dan perayaan lahiriah, tetapi gagal menghidupkan nilai kasih sayang dan persatuan dalam hati kita.
Sesungguhnya, jika kita terus terjebak dalam pertengkaran, saling hujat di media sosial, saling curiga hanya karena berbeda kelompok, maka kita sejatinya sedang menjauh dari rahmat Rasulullah ﷺ. Kita lupa bahwa musuh utama umat Islam bukanlah saudara kita sendiri, melainkan kebodohan yang membutakan, kemiskinan yang menghimpit, korupsi yang merajalela, dan ketidakadilan yang merusak sendi kehidupan bangsa.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Oleh karena itu, momentum Maulid ini harus menjadi pengingat sekaligus alarm bagi kita semua: mari kembalikan cinta kita kepada Rasulullah dalam bentuk nyata. Jadikan ukhuwah sebagai benteng, jadikan kasih sayang sebagai senjata, dan jadikan akhlak mulia sebagai identitas kita. Karena hanya dengan persatuan, umat ini akan kembali kuat dan bermartabat.
Bayangkan, jamaah sekalian, jika umat Islam di negeri kita yang jumlahnya ratusan juta ini benar-benar bersatu, betapa dahsyat kekuatan yang lahir. Kita akan lebih siap menghadapi krisis moral yang merusak generasi muda, lebih tangguh menghadapi krisis ekonomi yang menghimpit rakyat kecil, bahkan lebih kuat menghadapi tekanan global yang berusaha melemahkan umat Islam. Sebaliknya, jika kita terus sibuk dengan perpecahan, energi kita habis hanya untuk saling menjatuhkan, sementara masalah besar umat semakin menumpuk tanpa solusi.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Persatuan adalah kunci kebangkitan umat, sedangkan perpecahan adalah jalan menuju kehancuran. Rasulullah ﷺ telah mewariskan kepada kita teladan yang jelas: menjaga ukhuwah, memaafkan, dan mendahulukan kepentingan umat daripada kepentingan pribadi atau kelompok.
Maka dari itu, mari kita jadikan peringatan Maulid Nabi bukan sekadar rutinitas tahunan atau tradisi seremonial belaka. Jadikan ia sebagai energi spiritual untuk memperkuat iman, menyalakan semangat ukhuwah, dan memperkokoh persatuan bangsa. Wujudkan cinta kita kepada Rasulullah dengan meneladani akhlaknya dalam keseharian, memperbanyak shalawat, menahan diri dari pertengkaran sia-sia, serta mempererat persaudaraan di masjid, majelis taklim, dan lingkungan kita.
أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين، فاستغفروه، إنه هو الغفور الرحيم.
Khutbah Jum’at Maulid sebagai Inspirasi Persatuan Umat di Tengah Perpecahan
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Baca Juga :
Khutbah Jum’at Maulid Nabi: Meneladani Rasulullah, Jalan Keluar dari Krisis Moral
Tua Bukan Berarti Usang: Makna Hidup Lansia di Era Modern
Masjid, Madrasah, dan Media: 3 Pilar Edukasi Islam yang Harus Berjalan Bersama