Konsep dan Definisi Kurikulum Berbasis Cinta – Kurikulum menjadi fondasi utama dalam dunia pendidikan. Secara etimologis, istilah curriculum berasal dari bahasa Latin curriculum yang berarti “lintasan” atau “jalur.” Pada masa klasik, orang-orang memaknainya sebagai serangkaian mata pelajaran yang harus ditempuh murid. Namun, seiring perkembangan zaman, para ahli menilai definisi tersebut terlalu sempit. Karena itu, mereka memahami kurikulum modern bukan sekadar daftar isi pelajaran, melainkan pengalaman belajar menyeluruh yang secara aktif membentuk intelektual, karakter, emosi, dan spiritual murid.
Berangkat dari pemahaman inilah, lahirlah gagasan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC). Konsep ini menawarkan paradigma baru yang menempatkan cinta sebagai pusat dari seluruh aktivitas pendidikan. Dengan KBC, pendidik tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga membentuk pribadi yang humanis, empatik, dan berkarakter kuat.
Kurikulum dalam Perspektif Teori Pendidikan
Para pakar telah lama memperluas makna kurikulum. Saylor & Alexander (1966) menyebutnya sebagai “upaya total sekolah untuk mencapai hasil yang diinginkan”. Smith dkk. (1957) memandangnya sebagai “serangkaian pengalaman potensial di sekolah” yang melatih cara berpikir dan bertindak murid. Sementara itu, Robert S. Zais (1976) membagi kurikulum dalam tiga perspektif:
- Isi mata pelajaran yang sistematis.
- Pengalaman belajar terencana yang aktif dan bermakna.
- Pengalaman formal maupun informal di sekolah, termasuk interaksi sosial dan kegiatan ekstrakurikuler.
Dari berbagai definisi, jelas bahwa kurikulum modern adalah rencana pendidikan komprehensif yang tidak hanya menyampaikan pengetahuan, tetapi juga merancang pengalaman belajar yang membentuk kepribadian murid secara utuh.
Secara umum, kurikulum dapat dipahami dalam empat dimensi:
- Kurikulum sebagai ide: visi, nilai, dan tujuan abstrak pendidikan.
- Kurikulum sebagai rencana tertulis: dokumen konkret seperti capaian pembelajaran dan alur materi.
- Kurikulum sebagai implementasi: penerapan nyata di kelas atau kegiatan sekolah.
- Kurikulum sebagai hasil: dampak dari proses pembelajaran berupa peningkatan kemampuan dan perubahan sikap murid.
Baca Juga: Cinta Perspektif Bangunan Ilmu: Fondasi Kurikulum Berbasis Cinta
Definisi Kurikulum Berbasis Cinta
Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) lahir sebagai respon terhadap kebutuhan pendidikan masa kini yang tidak cukup hanya fokus pada akademik. KBC mengedepankan dimensi sosial, emosional, moral, dan spiritual murid.
Salah satu teori yang relevan dengan KBC adalah Teori Kurikulum Humanistik oleh Carl Rogers (1994). Teori ini menekankan pentingnya perkembangan pribadi, potensi unik, dan kebutuhan emosional murid. Prinsipnya: belajar harus bermakna, relevan dengan kehidupan, dan mampu menumbuhkan kemandirian serta tanggung jawab sosial.
Beberapa pilar penting dalam KBC meliputi:
- Pusat perhatian pada murid: kurikulum disusun untuk memenuhi kebutuhan dan minat murid, bukan sekadar target akademis.
- Pengalaman belajar bermakna: pembelajaran yang relevan dengan kehidupan sehari-hari sehingga murid lebih mudah menginternalisasi nilai.
- Keterlibatan emosional: proses belajar yang melibatkan perasaan, empati, dan kasih sayang.
- Hubungan guru–murid yang suportif: guru menjadi fasilitator dan pendamping, bukan hanya otoritas yang memberi instruksi.
Selain itu, Teori Belajar Sosial Albert Bandura (1991) memperkuat gagasan ini. Murid belajar melalui observasi dan interaksi, sehingga pendidikan berbasis cinta akan melatih perilaku sosial positif, rasa empati, dan sikap saling menghargai.
Teori Kecerdasan Emosional dari Daniel Goleman (2009) juga menjadi fondasi KBC. Kecerdasan emosional, kemampuan mengenali, mengelola, dan mengekspresikan emosi positif adalah kunci keberhasilan hidup.
KBC dalam Konteks Madrasah
Kurikulum Berbasis Cinta bukan sekadar gagasan abstrak, melainkan konsep yang nyata dan aplikatif. Di madrasah, penerapannya sangat relevan dengan mata pelajaran khas seperti Al-Qur’an Hadis, Akidah Akhlak, Fikih, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Nilai cinta dapat ditanamkan melalui ajaran akhlak mulia, kasih sayang antar sesama, dan kepedulian terhadap alam.
Selain itu, pada mata pelajaran umum, nilai cinta hadir lewat pembiasaan sikap sehari-hari: saling menghormati, menjaga kebersihan, kerja sama, dan kepedulian sosial. Dengan demikian, KBC bukan hanya bagian dari intrakurikuler, tetapi juga menjadi jiwa yang menghidupkan seluruh kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Baca Juga: Buku Saku Guru KBC : Implementasi Kurikulum Berbasis Cinta
Penutup
Konsep dan Definisi Kurikulum Berbasis Cinta, Secara keseluruhan, merupakan pendidikan humanistik yang menempatkan cinta sebagai landasan utama pembelajaran. Kurikulum ini memadukan ilmu pengetahuan dengan pembentukan karakter, serta menghubungkan aspek akademis dengan nilai-nilai emosional, sosial, dan spiritual.
Melalui KBC, madrasah dan sekolah diharapkan tidak hanya melahirkan generasi cerdas secara intelektual, tetapi juga pribadi yang humanis, toleran, naturalis, dan penuh cinta. Inilah pendidikan masa depan yang relevan dengan kebutuhan zaman sekaligus berakar pada nilai-nilai kemanusiaan universal.
Sumber:
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 6077 Tahun 2025
Panduan Kurikulum Berbasis Cinta di Madrasah