Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Cinta

Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Cinta – Pengembangan Kurikulum Berbasis Cinta merupakan langkah strategis untuk membangun pendidikan yang humanis, berkarakter, dan relevan dengan tantangan zaman. Kurikulum ini tidak hanya berfokus pada pencapaian akademis, tetapi juga menekankan nilai kasih sayang, empati, dan pengembangan pribadi murid secara utuh. Secara nasional, penerapan kurikulum ini meliputi semua satuan pendidikan madarah, mulai dari RA, MI, MTs, MA, hingga MAK.

Agar kurikulum ini dapat berjalan efektif, diperlukan landasan yang kuat. Tiga pilar utama yang menjadi dasar pengembangannya adalah landasan filosofis, sosiologis, dan psikopedagogis.

Landasan Filosofis: Pancasila dan Pendidikan yang Memerdekakan

Setiap kurikulum berlandaskan filosofi pendidikan tertentu. Kurikulum Berbasis Cinta berpijak pada Pancasila yang menekankan Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial. Landasan ini mengarahkan pendidikan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya—cerdas, berkarakter, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan.

Selain itu, pemikiran Ki Hajar Dewantara turut menjadi inspirasi utama. Beliau memandang pendidikan sebagai sarana membentuk manusia merdeka: pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, dan tetap menghormati otoritas guru. Maka, pembelajaran dalam Kurikulum Berbasis Cinta bukan sekadar transfer ilmu, melainkan sebuah proses untuk memerdekakan murid agar tumbuh sesuai potensinya.

Poin landasan filosofis pengembangan KBC ini antara lain:

  1. Pendidikan di madrasah diarahkan untuk mencapai kemajuan dengan tetap berpijak pada konteks keindonesiaan, terutama nilai dan akar budaya bangsa.
  2. Madrasah bertujuan membentuk manusia Indonesia yang humanis, mampu mengembangkan potensi diri secara optimal demi kepentingan yang lebih luas dan bermakna.
  3. Pendidikan di madrasah harus peka dan adaptif terhadap dinamika sosial, ekonomi, politik, berlandaskan nilai dan budaya Indonesia sebagai pijakan kemajuan. 
  4. Terdapat keseimbangan antara penguasaan kompetensi dan pembentukan karakter murid.
  5. Madrasah memiliki keleluasaan dalam menyusun dan mengimplementasikan kurikulum.
  6. Pembelajaran melayani keberagaman serta menyesuaikan dengan tingkat perkembangan murid.
  7. Proses belajar berlangsung interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan mendorong kreativitas, kemandirian, serta partisipasi aktif murid.
  8. Guru memiliki otoritas penuh dalam mendidik dan menerapkan kurikulum dalam pembelajaran.

Baca Juga: Kurikulum Berbasis Cinta (KBC): Telaah Definisi, Tujuan, Tantangan, Pendidikan Masa Depan

Landasan Sosiologis: Menjawab Tantangan Zaman

Kurikulum tidak bisa dilepaskan dari dinamika sosial masyarakat. Oleh karena itu, Kurikulum Berbasis Cinta harus relevan dengan tantangan Revolusi Industri 4.0, era Masyarakat 5.0, pengaruh globalisasi, serta keragaman sosial-budaya Indonesia.

  • Revolusi Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0
    Teknologi digital telah mengubah cara manusia belajar dan berinteraksi. Kurikulum perlu membekali murid dengan kemampuan beradaptasi, berpikir kritis, kreatif, serta mampu memanfaatkan teknologi secara positif.
  • Dinamika Global
    Pendidikan mendorong murid memiliki perspektif kosmopolitan: menghargai keberagaman budaya, peduli pada isu global, dan berkontribusi bagi kemanusiaan.
  • Keragaman Sosial Indonesia
    Indonesia kaya akan budaya, agama, dan etnis. Keragaman ini adalah kekuatan besar, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik. Kurikulum Berbasis Cinta hadir untuk menanamkan nilai toleransi, kerja sama, dan empati sehingga murid tumbuh sebagai warga yang humanis dan inklusif.

Dengan demikian, landasan sosiologis memastikan bahwa pendidikan bukan hanya mencetak generasi cerdas, tetapi juga generasi yang peka terhadap lingkungannya.

Baca Juga: Ruang Lingkup Kurikulum Berbasis Cinta

Landasan Psikopedagogis: Sesuai Perkembangan Murid

Landasan terakhir adalah psikopedagogis, yang menekankan pentingnya memahami perkembangan murid secara fisik, intelektual, sosial, emosional, dan moral. Psikologi perkembangan memberikan arah agar pembelajaran tidak dipaksakan, melainkan sesuai tahap tumbuh kembang anak.

Beberapa teori penting yang menjadi acuan adalah:

  • Jean Piaget (1970): murid belajar optimal melalui eksplorasi aktif sesuai tahap kognitif.
  • Lev Vygotsky (1978): menekankan pentingnya interaksi sosial dan bimbingan dalam zona perkembangan proksimal.
  • Erik Erikson (1963): perkembangan memiliki tantangan psikososial yang harus diatasi murid.
  • Ryan & Deci (2017): motivasi intrinsik sangat penting agar murid terlibat aktif dalam belajar.

Dengan memperhatikan aspek psikopedagogis, Kurikulum Berbasis Cinta dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, relevan, dan bermakna bagi murid.

Kesimpulan

Landasan pengembangan Kurikulum Berbasis Cinta mencakup aspek filosofis, sosiologis, dan psikopedagogis. Filosofisnya berakar pada Pancasila dan gagasan pendidikan yang memerdekakan, sosiologisnya menjawab tantangan era digital dan globalisasi sekaligus menjaga keragaman budaya, sementara psikopedagogisnya memastikan pembelajaran sesuai tahap perkembangan murid.

Dengan fondasi ini, Kurikulum Berbasis Cinta melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga penuh kasih sayang, berkarakter kuat, dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Sumber : 

Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 6077 Tahun 2025

Panduan Kurikulum Berbasis Cinta di Madrasah

 

Baca Juga: Buku Saku Guru KBC : Implementasi Kurikulum Berbasis Cinta

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *