Masjid, Madrasah, dan Media: 3 Pilar Edukasi Islam yang Harus Berjalan Bersama

Masjid, Madrasah, dan Media: Tiga Pilar Edukasi Islam

Dalam arus perkembanagan zaman yang terus berubah dan semakin kompleks, pertanyaan besar yang harus kita ajukan adalah: di mana posisi umat Islam dalam medan pendidikan hari ini? Apakah kita masih mengandalkan metode lama tanpa memperbarui pendekatan, ataukah kita siap menjawab tantangan zaman dengan menggandeng semua potensi yang ada, termasuk teknologi? Di sinilah pentingnya kita kembali menengok dan menyinergikan tiga pilar penting dalam sejarah pendidikan Islam: masjid, madrasah, dan media. Ketiganya memiliki sejarah panjang, fungsi berbeda, tetapi satu tujuan mulia: membentuk manusia beriman, berilmu, dan beramal.

Masjid: Spiritualitas dan Sentral Komunitas

Masjid bukan sekadar tempat ibadah ritual. Sejak zaman Rasulullah ﷺ, masjid merupakan pusat segala aktivitas: ibadah, dakwah, pendidikan, hingga pengambilan kebijakan umat. Dalam Shahih Muslim, disebutkan bahwa Rasulullah mendirikan Masjid Nabawi tidak hanya untuk shalat berjamaah, tetapi juga sebagai ruang belajar terbuka bagi siapa saja yang ingin memahami Islam. Para sahabat belajar langsung dari Rasul ﷺ, bahkan para tawanan Perang Badar yang melek huruf diperintahkan mengajarkan baca-tulis kepada anak-anak Madinah dan itu dilakukan di sekitar masjid. Artinya, masjid adalah titik awal revolusi intelektual umat. Namun hari ini, banyak masjid kehilangan fungsinya sebagai pusat keilmuan. Ia menjadi tempat pasif: datang, shalat, lalu pulang. Padahal, masjid bisa menjadi ruang literasi Qur’ani, kajian tematik, pelatihan adab, hingga kelas keterampilan Islami jika dikelola secara profesional dan progresif.

Baca Juga: Kurikulum Berbasis Cinta (KBC): Antara Visi Ideal dan Praktik di Lapangan

Madrasah: Institusi Ilmu dan Pembinaan Generasi

Madrasah lahir sebagai bentuk institusionalisasi pendidikan Islam. Sejak berdirinya Madrasah Nizhamiyah oleh Nizham al-Mulk pada abad ke-11, pendidikan Islam mengalami percepatan luar biasa. Di sinilah ilmu agama dan umum diajarkan secara sistematis, dengan kurikulum dan pengawasan. Di Indonesia, madrasah menjadi garda depan pendidikan Islam formal. Ia mengajarkan fikih, tauhid, bahasa Arab, hingga matematika dan sains. Tapi tantangannya kini adalah bagaimana madrasah tidak hanya menjadi tempat hafalan, tetapi juga tempat membentuk pemikiran kritis dan kreatif yang tetap berakar pada nilai-nilai Islam. Kolaborasi antara masjid dan madrasah bisa menjadi sangat strategis. Misalnya, masjid menyediakan ruang praktik ibadah dan adab, sementara madrasah memberikan dasar-dasar ilmu yang tertata. Jika keduanya bersinergi, maka lahirlah generasi yang bukan hanya taat, tapi juga cerdas dan terampil.

 Baca Juga:Krisis Literasi di Era Digital

Media: Arena Baru Dakwah dan Pendidikan

Jika masjid dan madrasah adalah dua institusi klasik, maka media adalah wajah baru dari dakwah dan pendidikan Islam kontemporer. Dalam satu sentuhan jari, seorang anak muda hari ini bisa lebih banyak mengakses ceramah TikTok daripada khutbah Jumat. Di sinilah peluang sekaligus tantangan kita. Media sosial, website Islam, YouTube, podcast, dan e-book telah menjadi sarana belajar baru yang tidak mengenal batas ruang dan waktu. Sebagaimana firman Allah:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik…” (QS. An-Nahl: 125)

Ayat ini, dalam konteks modern, bisa dimaknai sebagai seruan untuk menggunakan wasilah terbaik dalam menyampaikan Islam, termasuk teknologi digital. Namun yang perlu diwaspadai adalah banjirnya informasi keislaman yang tidak terverifikasi dan berpotensi menyesatkan. Maka di sinilah pentingnya peran guru madrasah dan masjid untuk menjadi filter, pembimbing, dan produsen konten edukatif yang benar, menarik, dan mudah diakses generasi hari ini.

 Baca Juga: Masjid untuk Semua Usia: Mewujudkan Ruang Ibadah  Inklusif dan Edukatif

Tiga Pilar, Satu Misi: Membangun Peradaban

Ketiga pilar ini masjid, madrasah, dan media, bukan entitas yang harus bersaing. Kendati harus berjalan berdampingan, saling mendukung, dan saling memperkuat. Bayangkan jika sebuah masjid memiliki jaringan madrasah dan media digital yang aktif. Kajian-kajian masjid bisa direkam, disebarluaskan, bahkan dijadikan modul pembelajaran online. Sementara madrasah bisa bekerja sama dengan masjid dalam membuat konten dakwah pelajar. Sinergi inilah yang akan menjadi fondasi kebangkitan umat. Sebagaimana kata pepatah Arab:
“Man jadda wajada, wa man zara‘a hasada” — Siapa yang bersungguh-sungguh akan menemukan, siapa yang menanam akan menuai.

Kalau kita bersungguh-sungguh menanam pendidikan Islam dalam tiga ranah ini, maka kita akan menuai generasi emas: yang shalih, cendekia, dan berdampak.

Waktunya Berjalan Bersama, Bukan Sendiri

Zaman telah berubah. Kita tidak bisa hanya bergantung pada masjid. Madrasah juga tak mungkin berjalan sendiri. Media tidak bisa dibiarkan tanpa arahan. Ketiganya harus bersinergi secara strategis, kreatif, dan progresif. Karena pendidikan Islam tidak hanya soal ilmu, tetapi soal strategi peradaban. Dan peradaban besar hanya akan lahir dari kekuatan kolektif.

Author & Editor: Mukhlis S.Pd,. M.Pd.

Related Post

3 thoughts on “Masjid, Madrasah, dan Media: 3 Pilar Edukasi Islam yang Harus Berjalan Bersama”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *