Site icon mukhliszr.mj-vers.com

Cinta Perspektif Bangunan Ilmu: Fondasi Kurikulum Berbasis Cinta

Cinta Perspektif Bangunan Ilmu

Cinta Perspektif Bangunan Ilmu – Dalam hiruk pikuk dunia pendidikan modern, sering kali kita terjebak pada angka, capaian akademik, dan kompetisi yang kaku. Akibatnya, pendidikan kehilangan ruhnya sebagai jalan untuk memanusiakan manusia. Di sinilah lahir gagasan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC), sebuah bangunan ilmu yang berlandaskan cinta sebagai kekuatan fundamental yang mengikat seluruh eksistensi.

KBC bukan sekadar slogan emosional, melainkan pendekatan filosofis, epistemologis, dan aksiologis yang menghadirkan pendidikan sebagai ruang tumbuh yang holistik dan transformatif. Dengan menempatkan cinta sebagai fondasi, kurikulum ini mengajarkan bahwa belajar bukan hanya tentang akumulasi informasi, tetapi juga tentang kesadaran hidup dalam harmoni dengan Tuhan, manusia, dan alam semesta.

Ontologi Cinta: Melihat Realitas sebagai Kesatuan

Secara ontologis, KBC memandang bahwa Tuhan, manusia, dan alam semesta merupakan satu kesatuan yang utuh. Hubungan ini tidak parsial, tetapi manunggal (mushmat) dalam esensinya.

Dalam kesatuan kosmis ini, berlaku mekanisme sympathea, saling cinta (‘isyq/hubb), yang menjadi pondasi terciptanya keserasian hidup. Setiap elemen alam semesta, dari yang terkecil hingga terbesar, memantulkan cinta Sang Pencipta. Maka, segala bentuk kebencian, pemaksaan, atau konflik adalah pelanggaran serius terhadap hukum dasar kehidupan itu sendiri.

Dengan demikian, pendidikan berbasis cinta bukan hanya mengajarkan matematika, sains, atau bahasa, tetapi juga mengajarkan murid untuk hidup dalam perdamaian, membangun persaudaraan, dan merawat harmoni semesta.

Baca Juga: Kurikulum Berbasis Cinta (KBC): Telaah Definisi, Tujuan, Tantangan, Pendidikan Masa Depan

Epistemologi Cinta: Belajar dari Keterhubungan

Dari sisi epistemologis, seluruh ciptaan adalah tajalli Al-Haqq, manifestasi dari kebesaran Tuhan. Setiap fenomena, baik yang sederhana maupun kompleks, adalah tanda-tanda Ilahi yang menyimpan pengetahuan.

Di sinilah prinsip KBC bekerja: subjek dan objek pengetahuan tidak pernah terpisah. Guru bukan hanya sumber, siswa bukan hanya penerima. Keduanya saling belajar, saling memperkaya, dan terhubung dalam jaringan cinta yang lebih besar.

Metode pembelajaran KBC menekankan experiential learning, belajar melalui pengalaman langsung. Pengetahuan bukan sekadar hafalan, tetapi pengalaman hidup yang menghadirkan kesadaran dan transformasi.

Aksiologi Cinta: Etika, Akhlak, dan Keindahan

Secara aksiologis, cinta dalam KBC mewujud dalam etika dan akhlak luhur. Manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga harmoni, bukan hanya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan alam semesta.

Al-Qur’an menyebut istilah sakh-khara untuk menjelaskan bahwa alam diciptakan guna melayani kebutuhan manusia. Namun, makna ini tidak boleh disalahpahami sebagai legitimasi untuk mengeksploitasi alam. Justru sebaliknya, sakh-khara menegaskan adanya amanah besar: manusia harus memelihara keseimbangan (tawaazun) dan memastikan keberlanjutan ciptaan.

Dengan cinta sebagai landasan etis, pendidikan bukan sekadar mencetak lulusan cerdas, tetapi juga manusia yang berempati, bertanggung jawab, dan menghargai keindahan ciptaan Tuhan.

Kurikulum Berbasis Cinta: Pendidikan yang Memanusiakan

Jika ketiga pilar ini, ditarik ke dalam praksis pendidikan, maka lahirlah Kurikulum Berbasis Cinta yang holistik.

Dengan demikian, KBC menjawab krisis pendidikan kontemporer: hilangnya empati, dehumanisasi, dan kerusakan alam akibat pendidikan yang terlalu berorientasi pada hasil material.

Cinta Perspektif Bangunan Ilmu Sebagai Energi Pendidikan

Cinta bukan hanya perasaan, tetapi kekuatan kosmis yang menyatukan seluruh eksistensi. Dalam perspektif bangunan ilmu, cinta memiliki dimensi ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang saling melengkapi.

Maka, Kurikulum Berbasis Cinta hadir bukan sekadar idealisme, tetapi kebutuhan mendesak untuk mengembalikan ruh pendidikan sebagai jalan pemanusiaan. Pendidikan sejati bukan hanya mencetak otak-otak cerdas, tetapi hati-hati yang penuh kasih, jiwa-jiwa yang beretika, dan generasi yang mencintai sesama serta alam semesta.

Dengan cinta, pendidikan menjadi ruang yang tidak hanya melahirkan pengetahuan, tetapi juga peradaban.

 

Sumber:

Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 6077 Tahun 2025

Panduan Kurikulum Berbasis Cinta di Madrasah

Baca Juga: Ruang Lingkup Kurikulum Berbasis Cinta

Exit mobile version