mukhliszr.mj-vers.com

Masjid untuk Semua Usia: Mewujudkan Ruang Ibadah yang Inklusif dan Edukatif

Masjid untuk Semua Usia:

Masjid, dalam sejarahnya yang agung, tidak pernah menjadi tempat eksklusif. Ia adalah rumah bagi semua generasi: tua dan muda, kaya dan miskin, pemimpin dan rakyat, bahkan untuk para pendatang dan musafir.

Namun kini, dalam banyak realitas masyarakat kontemporer saat ini, masjid justru kerap kali berubah menjadi ruang yang hanya nyaman bagi kelompok tertentu saja, terutama orang dewasa. Paling menyedihkan adalah ketika anak-anak datang ke masjid dengan penuh semangat untuk mengenal Islam. Namun, justru disambut dengan pandangan sinis, teguran keras, bahkan pengusiran halus. Jika ini menjadi pengalaman pertama anak dengan rumah Allah, lalu bagaimana kita bisa berharap mereka akan tumbuh mencintainya?

Baca Juga: Masjid, Madrasah, dan Media: 3 Pilar Edukasi Islam 

Masjid dalam Sejarah Islam: Inklusif dan Multidimensi

Masjid untuk Semua UsiaRasulullah ﷺ telah menunjukkan contoh bahwa masjid adalah ruang sosial, spiritual, dan edukatif yang merangkul semua kalangan. Hadis riwayat Bukhari dan Muslim, menyebutkan bahwa Hasan dan Husain,  pernah menaiki punggung beliau saat sedang sujud dalam shalat. Rasul tidak memarahi mereka, bahkan memperlama sujudnya agar keduanya tidak jatuh. Ini bukan sekadar cerita lucu, tetapi pesan mendalam tentang inklusivitas masjid bagi anak-anak.

Begitu pula dalam hadis riwayat Abu Dawud (no. 675), Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya aku ingin memanjangkan shalatku, tetapi aku mendengar tangisan anak kecil, maka aku memendekkannya karena aku tahu ibunya merasa khawatir terhadapnya.”

Nabi bukan hanya memikirkan kekhusyukan ibadah, tapi juga empati sosial terhadap ibu dan anak. Masjid, menurut Rasulullah, bukan hanya tempat sujud, tapi juga tempat memahami kebutuhan manusia dengan kelembutan hati.

Baca Juga: Krisis Literasi di Era Digital

Realitas Hari Ini: Ketidaksiapan Menerima Keberagaman Usia

Sayangnya, masih banyak pengurus masjid dan jamaah yang belum siap menjadikan masjid sebagai ruang ibadah yang ramah usia. Anak-anak dianggap pengganggu, bukan bagian dari jamaah. Padahal, dalam pendekatan pendidikan Islam modern, keterlibatan aktif anak dalam lingkungan ibadah justru menjadi kunci penting pembentukan karakter. Menurut kajian akademik dari beberapa penelitian menyatakan bahwa: anak yang akrab dengan masjid sejak kecil cenderung memiliki nilai-nilai religiusitas dan sosial yang lebih tinggi saat dewasa. Namun keterlibatan ini harus dikelola secara edukatif, tidak dibiarkan tanpa bimbingan.

Masjid yang Inklusif Bukan Masjid yang Bebas Tanpa Aturan

Mewujudkan masjid inklusif tidak berarti membiarkan anak-anak berlarian tanpa kendali. Inklusivitas justru membutuhkan pengelolaan yang cerdas.  

  1. Edukasi Adab Sejak Dini
    Anak-anak perlu diajarkan bahwa masjid adalah tempat yang suci, bukan arena bermain. Orang tua dan guru memikul tugas utama ini, lalu masjid bisa memperkuatnya melalui program edukasi seperti “Sekolah Adab Masjid” atau pelatihan adab sebelum dan sesudah shalat.
  2. Ruang Edukatif Terpisah
    Di banyak kota besar dunia Islam, masjid-masjid kini aktif menyediakan “ruang anak” yang terpisah namun tetap dekat dengan area shalat, lengkap dengan pembinaan, pendampingan, dan kegiatan interaktif yang sarat nilai ibadah.
  3. Keterlibatan Remaja dan Pemuda
    Remaja dan pemuda seringkali menjadi kelompok yang paling cepat menjauh dari masjid karena tidak merasa menjadi bagian darinya. Padahal mereka bisa menjadi mentor dan fasilitator yang menjembatani komunikasi antara anak-anak dan jamaah dewasa.

Baca Juga : Kurikulum Berbasis Cinta (KBC): Antara Visi Ideal dan Praktik

Masjid dan Pendidikan Kolaboratif

Masjid tidak hanya mewadahi orang untuk beribadah, tetapi juga membina masyarakat secara bersama. Dengan konsep “Masjid sebagai pusat pendidikan kolaboratif”, masjid berperan aktif menjadi mitra keluarga dan sekolah dalam mendidik anak-anak. Pemikiran ini sejalan dengan pendapat Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin, bahwa: pendidikan anak dijalankan melalui sinergi keluarga, masyarakat, dan lembaga keagamaan, bukan dibebankan pada satu pihak saja.

Langkah Strategis: Dari Wacana ke Aksi Masjid untuk Semua Usia

 Beberapa di antaranya:

Masjid yang Ditinggalkan atau Ditinggikan?

Jika kita terus membiarkan masjid menjadi tempat eksklusif bagi orang tua yang ingin tenang, tanpa menyediakan ruang aman dan edukatif bagi anak-anak, maka yang kita bangun hanyalah bangunan masjid, bukan generasi masjid. Saatnya kita berhenti menanyakan, “Kenapa anak-anak mengganggu shalat di masjid?” dan mulai bertanya, “Apa yang bisa kita lakukan agar mereka belajar mencintai masjid dan menghormatinya?” Karena pada akhirnya, masjid adalah rumah Allah yang terbuka untuk semua, dan masa depan masjid bergantung pada apakah hari ini kita menyambut semua usia dengan cinta, bimbingan, dan harapan.

Exit mobile version